Apakah Sobat Peduly pernah mendengar tentang Down Sydrome (DS) sebelumnya? Kelainan yang satu ini juga dikenal dengan nama Trisomy 21. Down Syndrome merupakan kelainan kromosom genetik ketika bayi memiliki tambahan kromosom 21 (baik salinan penuh atau hanya sebagian). Akan tetapi, dengan adanya kata ‘genetik’ yang tersematkan bukan berarti penyakit ini adalah penyakit yang diturunkan. Down Syndrome bisa menyerang siapa saja yang mengakibatkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas. Nah, ulasan berikut akan merangkum beberapa informasi penting yang perlu kalian ketahui lebih lanjut mengenai Down Syndrome,
- Anomali dari pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenalkan oleh Dr. John Langdon Down pada tahun 1866. Pada masa itu, muncul gejala-gejala yang aneh yang tampak secara fisik seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, dan hidung datar yang menyerupai orang-orang mongoloid.
- Data World Health Organization (WHO) memperkirakan 3000 sampai 5000 bayi terlahir dengan kondisi ini setiap tahunnya dan diperkirakan terdapat 8 juta penderita Down Syndrome di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, kasus Down Syndrome yang terjadi mencapai lebih dari 3000 kasus.
- Meskipun para peneliti mengetahui dampak dari adanya kromosom 21 ini, namun tidak diketahui secara pasti dan lebih jelas bagaimana Down Syndrome terjadi. Beberapa teori berpendapat tentang metabolisme asam folat yang dilakukan tubuh ibu menjadi faktor pemicu, namun teori ini juga menerima banyak tentangan karena diyakini ada berbagai faktor yang dapat memicu kelahiran bayi dengan Down Syndrome.

- Down Syndrome bukanlah penyakit keturunan. Namun terdapat berbagai faktor yang memperbesar risiko kelahiran bayi dengan Down Syndrome. Misalnya, jika ayah adalah agen pembawa kromosom 21, resiko diturunkannya Down Syndrome sekitar 3%. Sementara itu, apabila pihak ibu yang menjadi agen pembawa maka resiko diturunkan menjadi 10-15%. Selain itu menjadi ibu hamil di usia yang tak lagi muda juga cukup berpengaruh, wanita berusia 25 tahun memiliki risiko 1:1200 melahirkan bayi Down Syndrome dan wanita berusia 35 tahun meningkat menjadi 1:350.
- Down Syndrome bisa dideteksi melalui test screening dan diagnostik prenatal. Saat usia minggu ke 11-14 kehamilan, dokter dapat menjalankan tes darah dan USG untuk memeriksa ketebalan leher belakang janin. Prosedur ini mampu mendeteksi Down Syndrome hingga 82-87%. Sedangkan ketika usia ibu hamil mencapai 35 tahun, fetal DNA test pada trisemester pertama kehamilan dapat menjadi pilihan. Tes tersebut mampu mengurutkan bagian-bagian terkecil dari DNA janin dan memiliki tingkat akurasi hingga 99%.

- Dengan penanganan yang tepat, penderita Down Syndrome dapat menjalani hidup dengan sehat dan menjalankan aktivitas dengan mandiri walaupun kelainan tidak dapat disembuhkan. Penanganan tersebut berupa: fisioterapi, terapi bicara, terapi okupasi, dan terapi perilaku. Dukungan yang baik dari keluarga tentu juga menjadi dorongan moral yang begitu berarti bagi tumbuh kembang anak-anak dengan Down Syndrome.
Leave a Reply